Selasa, 19 Mei 2015



 MEMUJI KEBESARAN TUHAN MELALUI CIPTAAN

Setahun yang lalu, pada tanggal 8 Agustus 2014 saya bersama Pak Tonny (Dosen TEOPL) dan teman-teman melakukan study tour. Sebelumnya kami sudah kuliah intensif selama 3 hari. Study tour ini bertujuan agar kami bisa melihat secara langsung karya Tuhan yang begitu luar biasa. Karena pengetahuan secara teori saja tidak cukup bagi seseorang untuk memahami dan merasakan karya Sang Pencipta. Kami melakukan perjalanan dari lembah. Di setiap perjalanan dan langkah kami tentu tidak berlalu dengan sia-sia, karena kami menyempatkan diri untuk berpose ria dengan teman-teman. Hal ini kadang membuat saya berpikir bahwa kami terlalu berlebihan. Ketika tiba di suatu tempat yang indah, masih sempatnya berfoto. Tetapi saya menyadari bahwa ketika saya berfoto, saya ingin agar orang lain menyadari dan mengakui keberadaan saya. Tanpa disangkali memang setiap manusia punya keinginan untuk diakui dimana pun mereka berada. Oleh karena itu, janganlah menghakimi orang lain yang seringkali narsis.  
Dalam perjalanan, saya menikmati udara pagi yang segar. Saya bersyukur dapat menikmati udara yang belum terkontaminasi oleh zat kimiawi yang dapat merusak tubuh. Udara seperti ini, tidak semua orang dapat menikmatinya. Apalagi orang yang hidup di tengah kota dan dikelilingi oleh pabrik tidak dapat merasakan udara sebersih ini. Sebagai ciptaan Tuhan, kita juga harus menjaga agar udara di sekitar tetap bebas dari polusi.
Kami melewati sawah dan menikmati indahnya padi yang sudah menguning dan siap untuk dituai. Saya juga dapat menikmati pemandangan yang begitu luar biasa, langit yang biru seakan membuat saya ingin bernyanyi memuji kebesaran Tuhan. Apakah ketika manusia menikmati keindahan ini, mereka memiliki perasaan yang sama seperti saya? Tidak semua. Betapa sedihnya saya ketika menemukan orang-orang itu. Tuhan menciptakan dunia ini dengan begitu luar biasa, tetapi manusia meresponinya dengan biasa saja. Sehingga sesuatu yang kelihatan sempurna dan begitu luar biasa, sungguh tiada artinya dalam pandangan manusia.
Perjalanan kami lanjutkan dan tiba di suatu warung. Ada yang jajan dan ada yang berbincang-bincang dengan pemilik warungnya. Pemilik warung menanyakan tempat asal kami dan kami mengatakan bahwa kami datang dari berbagai daerah yang berbeda, namun perbedaan itu yang menjadikan kami satu.
Ketika dalam perjalanan kami berpapasan dengan gerombolan bebek yang lucu. Mengapa lucu? Karena mereka tidak dapat memimpin diri mereka melainkan ikut-ikutan kemana teman-temannya membawanya. Ketika temannya salah jalan, mereka pun salah jalan. Ini adalah salah satu contoh seorang Kristen yang tidak berpendirian, hanya ikut arus  sungai dan mengalir begitu saja. Janganlah kita menjadi seorang Kristen bebek, yang tidak tentu pendiriannya. tetapi mau menjadi seorang Kristen yang teguh di dalam pendirian. Banyak orang Kristen yang ikut-ikutan, kemana pemimpinnya pergi. Ketika pemimpin salah, ia tidak berani menegur. Ia malah mengikuti perbuatan pemimpinnya, karena dia merasa tidak pantas jika menegur pemimpin. Sebagai seorang Kristen, kita harus bisa memimpin diri sendiri ke jalan yang benar dan berani berkata yang benar.
Tibalah kami di perkebunan yakni perkebunan telo. Mereka sangat ramah kepada kami. Saat itu kami menawarkan diri untuk membantu menanam telo. Namun kami belum bisa menanam karena perkebunan telo harus diairi terlebih dahulu. Akhirnya kami memutuskan untuk berbincang-bincang dengan pemilik kebun. Sepertinya pemilik kebun sangat bahagia dengan kedatangan kami. Namanya adalah bapak Sumpin. Dia menanyakan tempat tinggal kami dan kami memberitahunya. Ketika itulah percakapan kami mulai. Dia mulai bercerita tentang anaknya kemudian dia menceritakan tentang tanaman yang akan ia tanam dalam perkebunan itu. Ia juga menyampaikan hasil perkebunannya dan keuntungan yang ia peroleh. Ternyata telo yang ia jual lebih murah daripada harga di pasar. Akhirnya kita yang membeli di pasar, tentu mendapatkan harga yang mahal. Kita memiliki hasil perkebunan yang begitu melimpah, tetapi terkadang kita tidak dapat menikmatinya karena terbatasnya dana yang kita miliki untuk membeli hasil perkebunan. Negeri kita adalah negeri yang kaya akan perkebunan akan tetapi kita sendiri yang mengalami kesusahan karena betapa mahalnya hasil perkebunan. Negeri kita memiliki segalanya tetapi kita tidak pernah merasakan hal tersebut, malah seringkali kita merasakan kekurangan.
Kami melanjutkan perjalanan, sampailah kami di Wates. Saya bersyukur karena saya belum merasa capek. Kami beristirahat sambil narsis. Inilah sifat orang-orang Indonesia “hobi narsis biar cepat laris”.
Tibalah kami di PAUD, TK dan SD Brawijaya. Banyak orang tua yang sedang duduk di halaman sekolah menanti anak-anaknya yang sedang bersekolah. Kami diperintahkan oleh PakTonny untuk membersihkan halaman sekolah. Bagi saya, hal ini sangat memalukan dan menghebohkan. Bagaimana tidak? Kami seperti tamu yang tak diundang, pulang tak diantar. Hal ini tentu membuat orang tua murid memperhatikan kami dan mereka mungkin saja merasa malu dengan kami. Karena ketika mereka duduk dikelilingi oleh sampah, mereka tidak membersihkan melainkan kami yang membersihkan. Sampah itu seperti dosa, jika tidak dibersihkan maka kita akan terus hidup di dalam kekotoran atau dosa. Dimana pun kita berada, usahakanlah diri kita dan sekitar kita selalu bersih dan biasakan diri untuk peka terhadap lingkungan sekitar. Janganlah melihat kebersihan kursi kita saja melainkan kebersihan sekitar kita.
Dalam perjalanan, kami menemukan kebun tomat. Saya dan beberapa teman memetik dan menikmatinya. belum pernah saya makan tomat tanpa cabe, rasanya cukup enak bagi yang sudah menikmatinya. Tetapi saya mencoba menikmatinya.
Tibalah kami di sebuah sawah. Ada beberapa petani yang sedang panen. Kami menawarkan diri untuk membantu. Akhirnya kami membantu mereka. Hal ini yang saya inginkan dari dulu yakni bisa bertemu dengan petani dan berbincang-bincang dengan mereka. Saya tidak tahu bagaimana perasaan mereka ketika bertemu dengan kami, tetapi saya bahagia bisa bertemu dengan mereka dan membantu mereka meskipun tidak seberapa. Saya yakin bahwa bahwa setelah kami pergi mereka mempunyai kesan yang baik terhadap kami. meskipun tidak seberapa, dengan mengukir senyuman di wajah mereka sudah cukup untuk saya. Ketika saya ikut membantu para petani, saya merasa bersalah terhadap mereka. Karena saya seringkali membuang makanan. Saya baru merasakan betapa capeknya mereka ketika mereka mulai menabur, menanti dengan sabar datangnya musim menuai dan merasakan teriknya matahari yang membakar mereka. Hal itu mereka lakukan terus menerus tanpa mengenal lelah. Tuhan mengatakan bahwa selama bumi masih ada tiada henti-hentinya musim menabur dan menuai. Mereka terus-menerus menabur dan menuai sebagai respon mereka terhadap ciptaan Tuhan.
Kami melanjutkan perjalanan. Waktu menunjukan pukul 10.30. teriknya matahari seakan-akan membakar kulitku. Hampir habis tenagaku untuk berjalan kaki. Ketika kami tiba di SMA N 1 Pacet, kami mengambil posisi untuk berfoto lagi. Itu adalah hal biasa.
Perlahan kami berjalan, kami tiba di sebuah warung dan menikmati mie ayam. Setelah makan kami naik angkot dan pergi ke kebun bunga di samping kampus. Betapa indahnya bunga-bunga ini. Saya takjub dengan kebesaran dan keagungan Tuhan yang menjadikan  bunga-bunga itu begitu menawan dan sedap dipandang.  
Setelah menikmati perjalanan yang begitu jauh, saya mempelajari banyak hal. Baik dari alam sekitar maupun dengan teman seperjalanan. Terlihat keegoisan kami ketika kami berjalan sambil berfoto. Kami tidak mempedulikan orang di sekitar kami, malah sibuk dengan gaya kami masing-masing. Saya sempat memikirkan apa yang dikatakan orang ketika kami sibuk dengan kepentingan berfoto? Seharusnya kami memperhatikan orang di sekitar kami dan berbincang-bincang. Tapi kami tidak melakukannya. Selain itu tidak ada kesatuan ketika kami menempuh perjalanan. Masing-masing sibuk dengan jalannya sendiri dan tidak peduli dengan teman yang lain. Masing-masing memegang hp maupun kameranya untuk narsis dan mendengarkan music. Inilah Kristen digital. Ketika memegang barang-barang digital, mereka melupakan keindahan alam sekitar dan tidak mempedulikan orang lain.
Saya juga belajar dari bunga-bunga yang di taman. Mereka tidak memikirkan apa yang akan terjadi esok karena tuannya selalu memelihara. Sebagai makluk ciptaan Tuhan kita juga harus demikian. Tidak perlu kuatir akan apa yang terjadi dalam kehidupan karena Tuhan memelihara hidup kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar