MEMUJI KEBESARAN TUHAN MELALUI CIPTAAN
Setahun yang lalu, pada tanggal 8 Agustus 2014 saya bersama Pak Tonny (Dosen TEOPL) dan teman-teman melakukan study tour.
Sebelumnya kami sudah kuliah intensif selama 3 hari. Study tour ini
bertujuan agar kami bisa melihat secara langsung karya Tuhan yang begitu
luar biasa. Karena pengetahuan secara teori saja tidak cukup bagi
seseorang untuk memahami dan merasakan karya Sang Pencipta. Kami
melakukan perjalanan dari lembah. Di setiap perjalanan dan langkah kami
tentu tidak berlalu dengan sia-sia, karena kami menyempatkan diri untuk
berpose ria dengan teman-teman. Hal ini kadang membuat saya berpikir
bahwa kami terlalu berlebihan. Ketika tiba di suatu tempat yang indah,
masih sempatnya berfoto. Tetapi saya menyadari bahwa ketika saya
berfoto, saya ingin agar orang lain menyadari dan mengakui keberadaan
saya. Tanpa disangkali memang setiap manusia punya keinginan untuk
diakui dimana pun mereka berada. Oleh karena itu, janganlah menghakimi
orang lain yang seringkali narsis.
Dalam perjalanan, saya
menikmati udara pagi yang segar. Saya bersyukur dapat menikmati udara
yang belum terkontaminasi oleh zat kimiawi yang dapat merusak tubuh.
Udara seperti ini, tidak semua orang dapat menikmatinya. Apalagi orang
yang hidup di tengah kota dan dikelilingi oleh pabrik tidak dapat
merasakan udara sebersih ini. Sebagai ciptaan Tuhan, kita juga harus
menjaga agar udara di sekitar tetap bebas dari polusi.
Kami
melewati sawah dan menikmati indahnya padi yang sudah menguning dan siap
untuk dituai. Saya juga dapat menikmati pemandangan yang begitu luar
biasa, langit yang biru seakan membuat saya ingin bernyanyi memuji
kebesaran Tuhan. Apakah ketika manusia menikmati keindahan ini, mereka
memiliki perasaan yang sama seperti saya? Tidak semua. Betapa sedihnya
saya ketika menemukan orang-orang itu. Tuhan menciptakan dunia ini
dengan begitu luar biasa, tetapi manusia meresponinya dengan biasa saja.
Sehingga sesuatu yang kelihatan sempurna dan begitu luar biasa, sungguh
tiada artinya dalam pandangan manusia.
Perjalanan kami lanjutkan
dan tiba di suatu warung. Ada yang jajan dan ada yang berbincang-bincang
dengan pemilik warungnya. Pemilik warung menanyakan tempat asal kami
dan kami mengatakan bahwa kami datang dari berbagai daerah yang berbeda,
namun perbedaan itu yang menjadikan kami satu.
Ketika dalam
perjalanan kami berpapasan dengan gerombolan bebek yang lucu. Mengapa
lucu? Karena mereka tidak dapat memimpin diri mereka melainkan
ikut-ikutan kemana teman-temannya membawanya. Ketika temannya salah
jalan, mereka pun salah jalan. Ini adalah salah satu contoh seorang
Kristen yang tidak berpendirian, hanya ikut arus sungai dan mengalir
begitu saja. Janganlah kita menjadi seorang Kristen bebek, yang tidak
tentu pendiriannya. tetapi mau menjadi seorang Kristen yang teguh di
dalam pendirian. Banyak orang Kristen yang ikut-ikutan, kemana
pemimpinnya pergi. Ketika pemimpin salah, ia tidak berani menegur. Ia
malah mengikuti perbuatan pemimpinnya, karena dia merasa tidak pantas
jika menegur pemimpin. Sebagai seorang Kristen, kita harus bisa memimpin
diri sendiri ke jalan yang benar dan berani berkata yang benar.
Tibalah
kami di perkebunan yakni perkebunan telo. Mereka sangat ramah kepada
kami. Saat itu kami menawarkan diri untuk membantu menanam telo. Namun
kami belum bisa menanam karena perkebunan telo harus diairi terlebih
dahulu. Akhirnya kami memutuskan untuk berbincang-bincang dengan pemilik
kebun. Sepertinya pemilik kebun sangat bahagia dengan kedatangan kami.
Namanya adalah bapak Sumpin. Dia menanyakan tempat tinggal kami dan kami
memberitahunya. Ketika itulah percakapan kami mulai. Dia mulai
bercerita tentang anaknya kemudian dia menceritakan tentang tanaman yang
akan ia tanam dalam perkebunan itu. Ia juga menyampaikan hasil
perkebunannya dan keuntungan yang ia peroleh. Ternyata telo yang ia jual
lebih murah daripada harga di pasar. Akhirnya kita yang membeli di
pasar, tentu mendapatkan harga yang mahal. Kita memiliki hasil
perkebunan yang begitu melimpah, tetapi terkadang kita tidak dapat
menikmatinya karena terbatasnya dana yang kita miliki untuk membeli
hasil perkebunan. Negeri kita adalah negeri yang kaya akan perkebunan
akan tetapi kita sendiri yang mengalami kesusahan karena betapa mahalnya
hasil perkebunan. Negeri kita memiliki segalanya tetapi kita tidak
pernah merasakan hal tersebut, malah seringkali kita merasakan
kekurangan.
Kami melanjutkan perjalanan, sampailah kami di Wates.
Saya bersyukur karena saya belum merasa capek. Kami beristirahat sambil
narsis. Inilah sifat orang-orang Indonesia “hobi narsis biar cepat
laris”.
Tibalah kami di PAUD, TK dan SD Brawijaya. Banyak orang
tua yang sedang duduk di halaman sekolah menanti anak-anaknya yang
sedang bersekolah. Kami diperintahkan oleh PakTonny untuk membersihkan
halaman sekolah. Bagi saya, hal ini sangat memalukan dan menghebohkan.
Bagaimana tidak? Kami seperti tamu yang tak diundang, pulang tak
diantar. Hal ini tentu membuat orang tua murid memperhatikan kami dan
mereka mungkin saja merasa malu dengan kami. Karena ketika mereka duduk
dikelilingi oleh sampah, mereka tidak membersihkan melainkan kami yang
membersihkan. Sampah itu seperti dosa, jika tidak dibersihkan maka kita
akan terus hidup di dalam kekotoran atau dosa. Dimana pun kita berada,
usahakanlah diri kita dan sekitar kita selalu bersih dan biasakan diri
untuk peka terhadap lingkungan sekitar. Janganlah melihat kebersihan
kursi kita saja melainkan kebersihan sekitar kita.
Dalam
perjalanan, kami menemukan kebun tomat. Saya dan beberapa teman memetik
dan menikmatinya. belum pernah saya makan tomat tanpa cabe, rasanya
cukup enak bagi yang sudah menikmatinya. Tetapi saya mencoba
menikmatinya.
Tibalah kami di sebuah sawah. Ada beberapa petani
yang sedang panen. Kami menawarkan diri untuk membantu. Akhirnya kami
membantu mereka. Hal ini yang saya inginkan dari dulu yakni bisa bertemu
dengan petani dan berbincang-bincang dengan mereka. Saya tidak tahu
bagaimana perasaan mereka ketika bertemu dengan kami, tetapi saya
bahagia bisa bertemu dengan mereka dan membantu mereka meskipun tidak
seberapa. Saya yakin bahwa bahwa setelah kami pergi mereka mempunyai
kesan yang baik terhadap kami. meskipun tidak seberapa, dengan mengukir
senyuman di wajah mereka sudah cukup untuk saya. Ketika saya ikut
membantu para petani, saya merasa bersalah terhadap mereka. Karena saya
seringkali membuang makanan. Saya baru merasakan betapa capeknya mereka
ketika mereka mulai menabur, menanti dengan sabar datangnya musim menuai
dan merasakan teriknya matahari yang membakar mereka. Hal itu mereka
lakukan terus menerus tanpa mengenal lelah. Tuhan mengatakan bahwa
selama bumi masih ada tiada henti-hentinya musim menabur dan menuai.
Mereka terus-menerus menabur dan menuai sebagai respon mereka terhadap
ciptaan Tuhan.
Kami melanjutkan perjalanan. Waktu menunjukan pukul
10.30. teriknya matahari seakan-akan membakar kulitku. Hampir habis
tenagaku untuk berjalan kaki. Ketika kami tiba di SMA N 1 Pacet, kami
mengambil posisi untuk berfoto lagi. Itu adalah hal biasa.
Perlahan
kami berjalan, kami tiba di sebuah warung dan menikmati mie ayam.
Setelah makan kami naik angkot dan pergi ke kebun bunga di samping
kampus. Betapa indahnya bunga-bunga ini. Saya takjub dengan kebesaran
dan keagungan Tuhan yang menjadikan bunga-bunga itu begitu menawan dan
sedap dipandang.
Setelah menikmati perjalanan yang begitu jauh,
saya mempelajari banyak hal. Baik dari alam sekitar maupun dengan teman
seperjalanan. Terlihat keegoisan kami ketika kami berjalan sambil
berfoto. Kami tidak mempedulikan orang di sekitar kami, malah sibuk
dengan gaya kami masing-masing. Saya sempat memikirkan apa yang
dikatakan orang ketika kami sibuk dengan kepentingan berfoto? Seharusnya
kami memperhatikan orang di sekitar kami dan berbincang-bincang. Tapi
kami tidak melakukannya. Selain itu tidak ada kesatuan ketika kami
menempuh perjalanan. Masing-masing sibuk dengan jalannya sendiri dan
tidak peduli dengan teman yang lain. Masing-masing memegang hp maupun
kameranya untuk narsis dan mendengarkan music. Inilah Kristen digital.
Ketika memegang barang-barang digital, mereka melupakan keindahan alam
sekitar dan tidak mempedulikan orang lain.
Saya juga belajar dari
bunga-bunga yang di taman. Mereka tidak memikirkan apa yang akan terjadi
esok karena tuannya selalu memelihara. Sebagai makluk ciptaan Tuhan
kita juga harus demikian. Tidak perlu kuatir akan apa yang terjadi dalam
kehidupan karena Tuhan memelihara hidup kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar